Malam Istimewa



Kisah ini adalah kisah 3 orang yang berteman dekat tapi mempunyai kebiasaan, prinsip, dan jalan pemikiran yang  berbeda. “Perbedaanlah yang menyatukan kita” begitulah kira-kira ungkapan yang tepat untuk pertemanan mereka bertiga. Alim adalah salah satu orang yang beruntug diantara mereka bertiga karena sekarang sedang menempuh gelar S1-nya disalah satu universitas ISLAM negeri di kota tempat tinggal mereka. Alim menjadi seorang santri sejak SMP di salah satu pesantren terbaik di Bogor yang merepukan awal kecintaannya pada ISLAM dan  baru keluar dari pesantren setelah lulus sma. Dia salah satu siswa terbaik yang dimiliki sma itu, banyak perlombaan-perlombaan islami yang sudah diraih olehnya, Adzan, Tilawatil Qur’an , Rebana, yang bahkan dia sendiri tidak percaya akan banyak memenangkan berbagai perlombaan ISLAM setelah ia SMP. Jaka jauh berbeda dengan Alim yang bisa sekolah sampai perguruan tinggi melainkan hanya tamat SMP, dengan ijazah SMP yang nilainya tidak bisa diharapkan. Kerja serabutan ia lakukan karena tidak ada kegiatan lain yang bisa dilakukan, dan untuk membantu ekonomi keluarganya. Kepandaiannya dalam berorganisasi sudah tampak sejak dia masih duduk dibangku SMP, berbagai jenis organisasi sudah dia ikuti bahkan dia pernah menjadi ketua OSIS di sekolah terakhirnya itu. Kepandaianya berorganisasi dia bawa sampai sekarang pada hidupnya disebuah desa kecil yang tidak pernah dia tinggalkan sejak ia lahir digubuk tua yang masih dirawatnya sampai sekarang karena tidak ada tempat lain yang bisa ia tinggali dengan keluarganya. Berkat pengalamannya berorganisasi dulu, sekarang ia sudah banyak menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pemuda maupun kegiatan desa, bahkan kegiatan islamiah juga. Sekolah terakhir Ibnu sampai SMA, Ijazah yang ia dapat terakhir tidak membuatnya bangga maupun membuatnya kecewa karena nilai yang ia dapatkan tidak terlalu jelek juga tidak terlalu bagus. Ia seorang atlet Basket sekaligus ketua ektrakulikuler Basket di SMA-nya, banyak prestasi yang sudah ia raih lewat cabang olahraga yang sudah ditekuninya sejak SMP. Berkat ijazahnya ia dapat membuatnya bekerja dikantor tempat pamannya bekerja, hidupnya tidak kekurangan uang karena ia sudah bekerja sendri. Walaupun sudah sibuk bekerja tapi jadwal latihan basketnya benar-benar padat, ia masuk tim inti dikota tercintanya karena bakatnya memang sudah terlihat sejak ia SMP.
Persahabatan mereka bertiga dimulai sejak mereka masih duduk di bangku sekolah dasar, tidak ada hari yang mereka lalui tanpa seorangpun dari mereka yang tidak ada. Hari-hari yang mereka lalui membuat mereka bisa sampai sedekat ini seperti tiga saudara yang tak terpisahkan. Mereka seperti sebuah tim yang tak terkalahkan, bagian pelajaran sekolah diserahkan kepada Alim yang karena memang sejak dulu dia yang paling pintar dari mereka bertiga, Alim selalu hadir ketika teman-temannya merasa kesulitan dalam belejar maupun dalam mengerjakan PR. Tak ada yang kesulitan dalam olahraga selama ada Ibnu yang selalu siap membantu mereka berlatih. Ketika mereka besok akan ulangan olahraga mereka berlatih dengan giat yang selalu dipimpin oleh Ibnu. Sekilas belum kelihatan kelebihannya waktu masih duduk dibangku sekolah dasar tapi ketika ada masalah dilingkungan social sedang mereka bertiga hadapi yang lebih sering menyelesaikan masalah, dan yang paling cepat mengambil keputusan adalah Jaka. Pesahabatan mereka berhasil mereka jaga hingga sampai sekarang ini walaupun mereka telah menempuh pendidikan yang berbeda-beda, dan tempat yang berbeda pula. Rasa saling percaya mereka bisa membuat mereka tetap bisa menjaga persahabatan itu. Komunikasi tidak pernah terputus dari salah satu diantara mereka. Kini mereka berkumpul kembali dalam satu desa tercintai yang siap mereka kembangkan menjadi desa yang lebih. Kira-kira sudah setengah tahun mereka berkumpul dan sering main bareng layaknya sahabat sejati yang tidak pernah terpisahkan. Tidak jarang juga karena berbeda jalan pemikirannya mereka memperdebatkan sesuatu yang orang lain mungkin tak mengerti apa pentingnya memperdebatkan itu.
Ramadhan ini adalah ramadhan pertama bagi mereka bertiga setelah berpisah sekian lama. Seperti biasa mereka sibuk dengan urusan pribadi mereka disiang hari, kuliah, kerja, dan yang lainnya, tapi jika sudah menginjak malam hari tidak ada satu malampun yang mereka lewatkan sendiri, mereka selalu bersama setiap malam. Walaupun selalu bersama , soal ibadah mereka berbeda-beda. Alim selalu rajin pergi sholat berjamaah dimushola, sholat tarawih setiap malam tanpa ada yang dilewatkan, dan tadarus di mushola setiap malam. Ibnu hampir seperti Alim tapi kuantitasnya lebih sedikit, dia agak sering jamaah, sholat tarawih, dan tadarus di mushola tapi tidak setiap hari. Berbeda lagi dengan Jaka, ia pergi sholat berjamaah, sholat tarawih, dan tadarus hanya ketika keadaan hatinya sedang baik saja. Walaupun jarang membaca al-quran ia sering ke mushola untuk menemani kedua temannya itu. Mereka juga sering membangunkan orang untuk bangun sahur dengan berkeliling kampung dan membawa alat seadanya untuk membuat musik supaya orang yang akan sahur terbangun untuk melaksanakan makan sahur. Pernah suatu ketika mereka berbincang-bincang santai sehabis tadarus dimushola, malam itu semuanya tadarus karena keadaan hati Jaka sedang baik, dan Ibnu juga tidak ada alasan untuk tidak ikut tadarus.
“Malam ini sudah menginjak malam ke-16 bulan Ramadhan, sebentar lagi akan ada Malam Lailatul Qadar” Alim membuka perbincangan santai malam itu
“Iya, sungguh menakjubkan ya.. malam itu lebih baik dari seribu bulan atau 83 tahun 4 bulan” sahut Ibnu
“Terjadi pada 10 malam terakhir dibulan Ramadhan, itu yang dikatakan para kyai” Jaka tak mau ketinggalan ikut diskusi itu
“Aku pernah mendengar bahwa Allah menurunkan Malaikat kebumi untuk melihat orang yang malam itu rajin beribadah dan memohonkan ampun” Ibnu menyahut lagi
“Ciri-ciri dari orang yang mendapat malam Lailatul Qadar adalah terjadi  perubahan yang baik bagi dirinya” Alim menambahkan
“Sungguh beruntung ya, orang yang menemui malam Lailatul Qadar itu. Andai saja aku bisa menemuinya” Jaka berandai-andai
“Jarang sekali ada orang yang bisa menemui malam itu dan mendapatkan keberkahannya, jika pun ada ciri-cirinya sangat sulit untuk diketahui” Alim mengimbuhkan
“Jangan mimpi kamu Jak, orang yang rajin beribadah saja belum tentu dapat apalagi kamu yang malas beribadah” Ibnu mencoba menggoda Jaka
“Ya…, siapa tahu aja, sirik aja kamu. Emang kamu pikir kamu akan dapat. Hahaa..” Jaka membalas
“Haha.. orang yang mendapatkannya pasti sangat beruntung” Alim ikut dalam candaan itu.
Candaan mereka berlanjut sampai malam, sampai mereka lelah tertawa dan berdebat.
Ramadhan sudah berakhir dan hari Idul Fitri sudah berlangsung sebulan yang lau. Tidak ada yang istimewa dari mereka setelah itu, seperti biasa mereka berkumpul setiap malam untuk sekedar bercanda ria. Setelah malam itu Alim tetap ibadah dengan sangat rajin ibadah, sholat berjamah di mushola dan membaca al-quran dirumah. Ibnu Sesekali ikut sholat berjamaah di mushola, tapi membaca al-qurannya berhenti. Jaka seorang pria pemalas ibadah tapi dia tidak pernah meninggalkan sholat dan puasa senin kamis sejak berakhirnya bulan Ramadhan tahun ini.

Karya : Khabibur Rohman

Komentar

  1. cerita yang sangat menarik...sob...mampir ya sob...http://www.duniacerita.com/

    BalasHapus
  2. Cerpennya bagus, terus menulis cerpen yang menginspirasi sob..
    jangan lupa mampir di catatanummat.blogspot.com

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer